Suatu hari Raja Harun Al Rasyid ingin menguji kembali kemampuan Abu Nawas. Ketika dia melihat awan yang bergerak di sore hari, dia memiliki ide untuk menyuruh Abu Nawas mencari akal agar kerajaannya dipindahkan ke awan. Pada suatu sore yang indah, sinar matahari cukup hangat. Awan putih bersih menggantung di cakrawala yang cerah. Warna kemerahan lembayung mewarnai awan menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.
Di istana, sang Raja Harun Al Rasyid ternyata sedang menikmati suasana sore itu. Melihat keindahan awan, tiba-tiba melintas di dalam benaknya untuk menempatkan istananya di atas awan.
Entah apa yang membuatnya teringat pada Abu Nawas. "Ya, bukankah ada Abu Nawas yang selalu mempunyai jalan keluar jika aku mempunyai permasalahan?" katanya dalam hati.
Abu Nawas dijemput oleh ajudan sang raja. Abu Nawas menghadap dan menunggu titah sang raja. Raja pun berkata, "Apakah kamu tahu kenapa aku memanggilmu ke sini?"
"Maaf baginda, hamba tidak tahu." jawab Abu Nawas. Di dalam hati Abu Nawas berkata, "Ada apa lagi ini, mengapa sang raja memanggilku kembali?"
Kemudian sang raja menunjukkan awan yang sedang menggantung indah di langit sore itu. "Apakah kau lihat awan yang menggantung di luar sana? indah bukan?" tanya sang raja sambil tersenyum.
Walaupun diliputi tanda tanya besar, Abu Nawas hanya menjawab, "Betul baginda, awan diluar memang benar-benar indah."
"Aku mempunyai keinginan untuk memindahkan istana ini ke atas sana, apakah kau bisa melaksanakan keinginanku?" tanya sang raja. Abu Nawas hafal sekali watak rajanya, setiap kata-katanya adalah titah yang tidak boleh ditolak.
Abu Nawas pun pulang. Dia memeras akal bagaimana caranya untuk bisa memenuhi keinginan sang raja sekaligus lepas dari hukuman yang membayanginya. Karena mustahil dia mampu memindahkan sebuah istana, sebutir kerikil pun mustahil berada di atas awan.
Malam pun tiba, namun dia belum juga menemukan jalan keluarnya. Sampai pagi menjelang, dia masih terus berfikir keras, namun sama saja hasilnya mustahil. Rupanya kabar tentang berita itu sudah tersebar luas ke seluruh pelosok negeri. Membuat semua penduduk negeri itu berbondong-bondong ingin menyaksikan secara langsung prosesi pemindahan istana raja ke atas awan oleh Abu Nawas.
Hari Penentuan Tiba
Sore itu Abu Nawas pun pergi meninggalkan rumahnya. Sepanjang jalan dia terus berfikir supaya dia bisa lolos dari masalah itu.
Tak lama kemudian, sampailah dia di depan istana. Ternyata sang raja bersama ribuan warga telah menantinya. "Apakah kau sudah siap?" tanya sang raja. Abu Nawas tak menjawab, dia hanya duduk di atas tanah di hadapa raja dan ribuan warga.
Saat itulah dia mendapatkan solusinya. Kemudian Abu Nawas bangkit dari duduknya. Dia mengambil posisi jongkok seperti akan menggendong sesuatu. Sang raja bertanya lagi, "Apakah kamu sudah siap Abu Nawas?"
"SIAP yang mulia," Jawab Abu. "Bagus", ujar sang raja. Seketika suasana menjadi sunyi senyap, menunggu aksi Abu Nawas yang akan memindahkan istana ke atas awan. Seluruh pandangan tertuju pada Abu Nawas yang masih dalam posisi jongkok.
Rupanya sang raja sudah tak sabar. "Dari tadi juga hamba sudah siap yang mulia, dan hamba menunggu yang mulia untuk menaruh istana itu ke atas pundak hamba, dan kemudian hamba pindahkan ke atas awan sana." jawab Abu Nawas.
Mendengar itu, sontak sang raja kaget dan sedikit marah, namun tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menggerutu, "Dasar manusia licik", ujar sang raja dalam hati sambil mengagumi kecerdikan Abu Nawas.
Komentar
Posting Komentar